Jumat, 09 Januari 2009

SMS Berlabel "Demi Allah"

SMS Berlabel DEMI ALLAH

Al-Qayyum, Al-Majid, Al-Wajid, Al-Wahid, Al-Ahad, As-Shomad, Al Qadir. Sebarkan 7 Asma ALLAH ini pada 15 orang…Insya Allah keinginanmu akan tercapai (DEMI ALLAH Jangan Diremehkan).

Katakan ini dengan pelan : ALLAH AKU CINTA ENGKAU & AKU BUTUH ENGKAU. Datanglah ke hatiku.
Kirim ke 10 orang. Lihat keajaiban hari ini. Tolong jangan dihapus. Ini benar-benar terjadi. SMA dari Ibu ALISAID : Juru kunci sayyidina Mekkah. Bermimpi bertemu ROSULULLAH SAW. Beliau berpesan “Kuatkan Aqidah dalam ibadah karena dunia ini sudah goyah dan tua”. Sebarkan SMS ini ke 10 muslim. Maka Insya ALLAH dalam jangka 10 hari akan mendapatkan riski besar & jika tidak, tunggulah kesulitan yang tiada henti.
DEMI ALLAH

Kedua SMS tersebut sesungguhnya hanyalah dua dari beratus-ratus SMS sejenis yang bertebaran di Indonesia lewat perantara handphone. Satu hal yang menarik perhatian saya adalah embel-embel “DEMI ALLAH” yang tertera di akhir kalimat.
Dilihat dari bunyinya, kedua SMS bersikap seolah menjanjikan si penerima SMS riski dan pada SMS kedua terdapat pula (seperti) ancaman. Tengoklah dari kalimat ‘Jika tidak, tunggulah kesulitan yang tiada henti’.
Tak pelak lagi, semua muslim semestinya tahu bahwa riski itu datangnya dari Allah, bukan dari SMS. Dan janji serta ancaman itu tertera dalam Firman-Nya, sekali lagi BUKAN DARI ISI SMS. Jadi, haruskah kita mempercayai isi SMS jenis tersebut?
Saya jadi teringat akan pelajaran Fiqh yang pernah saya pelajari di SMA dulu, (kalau tidak salah) bahwa seorang manusia wajib malaksanakan puasa kafarat, yakni puasa 3 hari yang dilakukan karena bersumpah atas nama Tuhannya. Berdasarkan definisi tersebut, saya menyimpulkan bahwa kata-kata ‘atas nama Tuhannya’ dapat disamakan dengan kata-kata ‘Demi Allah’.
Maka, SMS yang ditujukan kepada saya dan yang tersebar di belahan Indonesia lainnya, bukanlah suatu candaan belaka, karena hal ini sudah membawa-bawa nama Tuhan. Timbullah pertanyaan dalam benak “Apakah hal-hal seperti ini harus dipercaya dan dilaksanakan?”
Satu hal yang paling meresahkan adalah kekhawatiran saya akan terjadinya perbuatan syirik. Kita sebenarnya tidak tahu apakah bunyi SMS ini merupakan hal yang patut dipercaya atau tidak. Ditambah dengan embel-embel “Demi Allah”, malah justru menimbulkan kebimbangan apakah kita harus mempercayainya atau tidak.
Satu lagi. Mungkin bisa saja kita berdalih “Ah…saya tidak terlalu percaya. Jadi ya tidak apa-apalah kalau melaksanakannya (mengirim ke 10/15 orang muslim lainnya).” Akan tetapi sebenarnya, dengan melaksanakan hal tersebut, bukankah sama saja dengan kita mempercayainya? Atau kita dapat berdalih “Kirim SMS ke operator lain murah. Jadi ya tidak apa-apalah kalau dilaksanakan.” Lalu kita melaksanakannya, mengirimkannya ke muslim lain. Tetap saja, bukankah dengan melakukan sesuai perintah SMS, berarti mempercayainya?
Yang membuat saya bingung adalah penggunaan kata “Demi Allah”. Kalau memang si pembuat SMS tersebut ingin menyampaikan pesan yang ‘Benar’ menurutnya (isi SMS tersebut), lantas, mengapa harus menggunakan dua kata tersebut? Apakah ia takut apabila dua kata tersebut tidak digunakan, malah tidak ada yang mau melaksanakan perintah dalam SMS tersebut?
Masalahnya, sekali lagi, berdasarkan pelajaran Fiqh, saya yakin kata ‘Demi Allah’ tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi untuk ditulis dalam isi-isi SMS yang masih diragukan kebenarannya. Secara isi SMS tersebut bukanlah Firman / Sabda-Nya dan Rasul yang tidak dapat diganggu-gugat lagi kepastiannya.
Maka, melalui tulisan ini, saya berharap bagi siapapun yang lebih mengerti akan hukum-hukum menyangkut kasus ini, harap memberi komentar. Lebih tepatnya saran dan sharing ilmu pengetahuan. Jikalau pendapat saya dalam tulisan ini kurang tepat, mohon dibenarkan.
Terima kasih.

Tidak ada komentar: