Selasa, 20 Oktober 2009

Maaf ya pindah domain...

Teman2, saya pindah lho ke sini...
jadi mampirnya ke situ aja ya.

Oke?!

Kamis, 24 September 2009

Tren Baru Anak Indonesia

Sejak heboh-hebohnya klaim Malaysia terhadap batik, pembelaan terhadap originalitas kekayaan budaya Indonesia mencuat di mana-mana. Dan hal ini masih berlanjut sampai sekarang. Gembar gembornya semakin membahana setelah nyata bahwa pihak 'itu' mulai rutin melakukan klaim terhadap kawan-kawan lain budaya Indonesia.

Tidak salah memang jika kesadaran akan kepemilikan budaya ASLI Indonesia baru digembar-gemborkan sekarang, toh banyak yang dahulu sebelum 'itu' mengklaim yang macam-macam, kita, bahkan saya, sebagai warga Indonesia sering lupa dengan keberadaan produk-produk ASLI budaya Indonesia.

Salah satunya adalah batik. Ya. Sepertinya batik merupakan barang klaiman yang efeknya paling heboh, menurut saya. Untunglah respon negatif sana-sini bangsa Indonesia mendapat tanggapan. Dibuktikan dengan adanya PEMATENAN BATIK INDONESIA SEBAGAI WARISAN KEKAYAAN BUDAYA dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 2 Oktober 2009 nanti. Maka, diharapkan, bahkan Presiden SBY pun meminta seluruh warga Indonesia mengenakan batik untuk memperingati hal tersebut.

Nah...mari lanjut pada kondisi sebelum 2 Oktober 2009.

Publikasi yang mantap sudah terlaksana perihal penggunaan batik pada tanggal 2 Oktober 2009 nanti. Termasuk di kampus saya. Sebagian besar tahu, mungkin. Langsung 'aja deh. Yang mau saya angkat adalah munculnya batik di kalangan anak muda (remaja, maksudnya) yang baru mencuat akhir2 ini, hitunglah sejak 2/3 bulan yang lalu.

Apa itu?

BATIK MEGA MENDUNG

Mega Mendung? Keren lho namanya. Motifnya juga oke.

Ini dia...
Menurut sejarahnya, di daerah cirebon terdapat pelabuhan yang ramai disinggahi berbagai pendatang dari dalam maupun luar negri. Salah satu pendatang yang cukup berpengaruh adalah pendatang dari Cina yang membawa kepercayaan dan seni dari negerinya.
Dalam Sejarah diterangkan bahwa Sunan Gunung Jati yang mengembangkan ajaran Islam di daerah Cirebon menikah dengan seorang putri Cina Bernama Ong TIe. Istri beliau ini sangat menaruh perhatian pada bidang seni, khususnya keramik. Motif-motif pada keramik yang dibawa dari negeri cina ini akhirnya mempengaruhi motif-motif batik hingga terjadi perpaduan antara kebudayaan Cirebon-Cina.
Salah satu motif yang paling terkenal dari daerah Cirebon adalah batik Mega Mendung atau Awan-awanan. Pada motif ini dapat dilihat baik dalam bentuk maupun warnanya bergaya selera cina.
Motif mega mendung melambangkan pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan. Motif ini didominasi dengan warna biru, mulai biru muda hingga biru tua. Warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan. (sumber)

Sekarang, Mega Mendung nggak cuma berlatar biru. Semua warna kayaknya ada di toko-toko.

Lalu bagaimana awal perkenalan saya (kayak 'udah kenalan 'aja) sama batik ini? Dari mama, pastinya. Mama saya ternyata 'udah punya beberapa baju Batik Mega Mendung yang dia jahit sendiri (maksudnya beli kain terus dibawa ke tukang jahit). Baru pas lebaran kemarin saya sadar kalau si mama punya. Wow. Ibu-ibu jaman sekarang emang tahu apa yang lagi nge-tren.

Dan tahu nggak?

Bahkan di Plurk pun pada rame minta titipan Batik Mega Mendung dari kawan2nya yang mudik ke Cirebon (saya mudik ke Cirebon lho). Ya pokoknya entah kenapa tren batik motif ini tiba2 mencuat begitu 'aja. Banyak kalangan yang memakainya, mulai dari entertainer sampai anak-anak SD yang dipaksa punya batik oleh orangtuanya. Ya mungkin kejadiannya sama seperti tren2 model baju lain ya, ada satu artis 'aja yang pakai, semua mengikuti.

Gara-gara itu nih saya jadi was-was kalau di kampus ketemu temen yang pake Batik Mega Mendung warna coklat susu tanggal 2 Oktober nanti.

Soalnya saya mau pake batik itu.

Hahaha...

*Jujur nih, saya nggak tahu kalau ternyata batik motif ini lagi nge-tren di antara temen2. Jadi rada nyesel deh kenapa terima tawaran si mama buat beli batik yang-dia-tahu-lagi-nge-tren. Samaan sama orang lain 'aja entar, malu deh. Tau gitu pilih motif lain. Yah...

Sabtu, 19 September 2009

ITB FAIR 2010


BERSINAR
::Bergerak :: Sinergi :: Berkarya

Contact :
Facebook
Plurk

It's not just a title
Sudah sebuah kepastian bahwa ITB, sebagai Institut Seni, Sains, dan Teknologi memiliki ragam potensi. Potensi-potensi ini kini tidak dapat dipungkiri memiliki perbedaan satu sama lain, namun yang paling utama disini adalah ragam keprofesian. Ragam inilah yang menjadi dasar dari mahasiswa ITB. Ragam ini pulalah yang menjadi kebutuhan dasar dan faktor identitas dari mahasiswa ITB.

Untuk menjawab hal-hal itu, tergagaslah ide Ganesha Bersinar, yang diwujudkan dalam ITB FAIR 2010. Yang proses keberlangsungannya akan diadakan dalam 2-3 hari. Namun, sebenarnya titik gerakan utama ini berasal dari gerakan 5 bulan yang akan memiliki dampak berjangka panjang.

Bagaimana dengan langkah-langkahnya?
BERGERAK yaitu sebagai aksi memfasilitasi gerakan-gerakan keprofesian yang telah tersebar di berbagai himpunan mahasiswa jurusan
SINERGIS
sebagai aksis memeratakan kemampuan keprofesian KM ITB
BERKARYA sebagai penginspirasi atas pergerakan dunia keprofesian

Tujuan utama diadakan ITB FAIR 2010 itu sendiri adalah,
"Mensinergikan gerakan keprofesian ITB dengan menciptakan muara gerak pengembangan komunitas sebagai suatu semangat bersama agar tercipta suatu `new movement of students' di Indonesia".
:: puncak eskalasi Kabinet KM ITB, inisiasi berkreasi dan berkarya,manfaat bagi orang lain, kolaborasi dan prestise dan apresiasi ::

ITBFAIR 2010 menjadi :
1.Puncak kegiatan Keprofesian mahasiswa
2.Memberi manfaat secara langsung kepada Masyarakat (ex.instalasi karya) juga secara tidak langsung kepada masyarakat (ex.pendidikan, informasi)
3.Momentum inovasi IPTEKS sebagai solusi permasalahan yang ada
4.Mendorong partisipasi, komunikasi dan kolaborasi lintas keprofesian maupun sinergisasi dan kerjasama dengan berbagai pihak


(The Event.. National Scale, Once In Two Years)
this is OUR BIG MOVEMENT !

Latar belakang dan tujuan ITBFAIR 2010 , dituangkan dalam berbagai bentuk rangkaian acara:
1) Community Development Contess (CDC) :
CDC melombakan gagasan mahasiswa dari lintas jurusan untuk bersama- sama memecahkan suatu permasalahan di masyarakat berupa rancangan program pengembangan komunitas. Basis peserta merupakan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) yang berkolaborasi bersama HMJ lainnya dan peserta dari perguruan tinggi lain.
2) Idea Mall
Mall ide adalah suatu wahana tempat berkumpulnya berbagai ide yang inspiratif. Konsep mall ide terdiri dari berbagai display karya expertise di bidang pengembangan komunitas (LSM), display karya expertise yang inovatif dan bermanfaat bagi masyarakat.
3) Konferensi Mahasiswa
Kehadiran mahasiswa Indonesia diharapkan mampu dimanfaatkan secara lebih. Mahasiswa dari seluruh Indonesia diharapkan mampu saling bertukar pikiran akan isu integrasi keprofesian dengan pengembangan komunitas.
4) Expo
Publikasi karya umum mahasiwa ITB dan Pameran karya dan inovasi mahasiswa.
5) Karnaval
Karnaval merupakan suatu trademark positif.
6) Art and music performance
Seni dan musik adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Penampilan seni dan musik diharapkan mampu menyemarakkan ITB FAIR 2010.
7) Launching Majalah
Majalah keprofesian ITB diharapkan mampu menjadi enzim penjaga sustainability budaya berkarya di ITB khusunya dan mahasiswa Indonesia umumnya. Konsep majalah keprofesian ini akan dibuat paperless alias digital yang dipasarkan melalui situs- situs jejaring sosial.
8) Community Service
Kegiatan ini dimaksudkan agar ITB FAIR 2010 tetap membumi dengan melakukan langkah konkret jangka pendek kepada masyarakat.
9) Zero waste event
10) Kegiatan-kegiatan lainnya yang ternaung didalam PRE and EVENT.
11) Etc.




::we wait you::
to support this event


Senin, 14 September 2009

ZWE dalam BUBAR-IN TL

ZWE? Apa itu? Apalagi lah kalau bukan Zero Waste Event. Yap. Zero Waste Event dalam Buka Bareng Insan Teknik Lingkungan. Kegiatan buka puasa bareng antara TL08 dengan HMTL ini dilaksanakan tanggal 10 September 2009 di selasar GKU Timur dengan konsep acara Zero Waste Event.

Ayo kita cari tahu dulu apa sih sebenarnya Zero Waste itu?

“Zero Waste berarti memanfaatkan sampah semaksimal mungkin dengan cara pengolahan yang terintegrasi, sedekat mungkin dari sumber sampah, dan dapat menghasilkan produk baru atau bahan daur ulang dan meningkatkan pendapatan masyarakat.” (sumber)

Sedikit bahasa dewa sepertinya, tapi ya intinya adalah minimalisasi sampah. Dalam acara BUBAR-IN TL kemarin, kami benar2 memikirkan setiap sampah yang diperkirakan akan muncul, tidak lupa mekanisme pembuangan, dan akan ke mana sampah tersebut setelah kegiatan selesai.

Dari segi properti, untuk shalat berjamaah, kami tidak menggunakan koran seperti pada saat lebaran, melainkan ponco (jas hujan) bersih sebagai alas shalat.

Untuk pemberian nama2 kelompok dan daftar absensi, kami menggunakan kertas reuse, yakni kertas yang salah satu bagiannya sudah terisi namun bagian di baliknya masih kosong.

Dalam acara kemarin pun, tempat sampah dibagi menjadi 3 jenis, yakni sampah organik ( con : sisa makanan & daun pisang), sampah non-organik & tak terpakai yang dibagi lagi menjadi dua tempat sampah (con : kardus bekas makanan berat, tissue, kertas reuse bekas nama kelompok, sendok plastic, gelas tajil), dan sampah dapat dipakai lagi u/ dekor wisuda ^_^ (con : gelas aqua).

Pemilahan jenis sampah ini intinya adalah mengajarkan mahasiswa untuk mau memilah sampah SENDIRI. Pemilahannya pun dinilai efektif dan jelas akhirnya akan ke mana sampah2 tersebut. Sampah membusuk akan dibawa oleh petugas kebersihan esok paginya (kami tidak bisa mengusahakan petugas kebersihan mau datang ke kampus pada malam hari), sampah jenis kedua -aduh saya lupa kalau yang ini diserahkan ke mana- , sampah jenis ketiga untuk sementara disemayamkan di tempat Agni TL08 karena basecamp Bhupalaka belum jadi (in reconstruction).

Dari segi pelaksanaan, lumayan membuat antre. Ya iyalah. Ada 3 jenis sampah yang harus dibuang dalam 3 tempat berbeda hanya dari satu kotak makanan berat. Belum lagi tajil dll. Untunglah hal ini sudah diperkirakan oleh Lieke, PJ ZWE untuk acara ini. Beberapa orang sudah ditempatkan di sekitar 3 tempat sampah untuk membantu mekanisme pembuangan sekaligus mengingatkan kembali jenis2 sampah yang akan dibuang.

Mungkin segitu saja beberapa hal yang bisa dibagi oleh saya, salah satu Bhupalaka. Semoga bermanfaat.

Sempat Wawancara Calon Rektor Baru ITB

Sekitar akhir bulan Juli, mendadak sore itu Yunus PL08, sesama anggota unit Boulevard, meminta saya menemaninya mewawancarai (lebih tepatnya mencatat jawaban karena dia tidak punya alat rekam) salah satu calon rektor baru ITB di gedung Anex. Sebut saja Bapak A (jelas bukan nama sebenarnya). Yunus menjanjikan wawancaranya hanya sebentar karena sang narasumber memang dikenalnya sebagai orang yang hemat bicara.

Yunus sebenarnya merencanakan janji mewawancara pukul 13.00. Namun, kebetulan saat itu kami sesama taplok PROKM sedang menyelesaikan panji bersama sebatalion. Keasyikan sepertinya dan jadilah Yunus sengaja mengaretkan jadwal wawancaranya sampai pukul 14.30 tanpa memberitahu si Bapak A terlebih dulu.

Tiba di gedung Anex, kami segera menuju ruangan si Bapak A. Salah satu stafnya berkata, “dari Boulevard? Lho kan janjinya jam 1.” Ya. Dengan sangat tidak enak hati kami hanya mengangguk dan nyengir. Untung si ibu itu membolehkan kami masuk karena Bapak A sedang tidak ada kegiatan (atau sengaja meniadakan kegiatan semacam rapat demi wawancara dengan kami yang temanya “Profil Calon Rektor Baru ITB” Bisa sekalian promosi kan. Who knows)

Wawancara dimulai. Tanpa alat perekam, tangan saya siap mencatat seluruh jawaban si Bapak A. Apa ya pertanyaan pertama? Saya lupa. Yang pasti ketika ditanya hobi beliau, dijawabnya “olahraga”.

Beranjak ke pertanyaan ke-berapa saya lupa, tentang visi mencalonkan diri sebagai rektor. Inti jawabannya ialah karena beliau sudah terlalu lama menjabat di rektorat. Bertahun-tahun. Tapi bukan sebagai rektor, tentunya. Lalu, beliau mencita-citakan nuansa kampus yang akademis.

Sampai kepada pertanyaan berikut.

Yunus : “Jadi, menurut Bapak apa kekurangan dari kinerja rektorat sekarang?”

Bapak A, “Ya kalau di bagian saya sih saya lihat sudah bagus, ya. (Ya iyalah, bagian Anda). Yang kurang itu ada di bagian kemahasiswaan, ya.”

Hening sejenak. Bapak ini memang hemat bicara.

Yunus : “Bisa tolong dijelaskan, Pak, apa yang kurang?”

Bapak A : “Masalah mahasiswa itu. Jurusan. Yang semacam arak2an dan perpeloncoan itu.”

Yunus : “Kaderisasi, maksud Bapak? Apa yang menurut Bapak kurang dari situ?”

Bapak A : “Ya. Itu. Kaderisasi. Yang kurang? Ya Karena itu. Saya lihat masih ada perpeloncoan. Jadi ya dihapuskan saja semua. Nggak ada gunanya. Arak-arakan juga. Bikin pertengkaran saja. Dihapus saja itu semua. Lebih baik kita membuat penemuan2, membuat karya yang bisa dibanggakan.”

Yunus : “Oh jadi Bapak kurang setuju dengan adanya arak2an dan kaderisasi ya, Pak?”

Bapak A : ”Ya iya.”

Yunus : ”Apa semua kaderisasi di ITB menurut Bapak seperti itu, Pak? Dan kalau begitu, jika Bapak nanti menjadi rektor, kegiatan semacam itu apakah akan ditiadakan?”

Bapak A : ”Ya iya. Pokoknya hapus saja semua bentuk kegiatan kaderisasi sampai sekecil apapun. Nggak perlu ada. Kita tingkatkan saja sisi akademisnya. Ini kan institut. Tempat orang2 belajar.”

Yunus : ”Kalau arak-arakan, Pak?”

Bapak A : ”Sama saja. Arak-arakan itu bagusnya ditiadakan juga. Kerjanya kan cuma bertengkar saja antar jurusan.”

Tanpa berniat berdebat, kami akhirnya menyudahi wawancara. Usai pamit, kami mengobrol sedikit di angkot mengenai hasil wawancara tadi. Intinya, zaman rektor sekarang saja, mahasiswa merasa berat (apa ya bahasanya?) seolah dicekoki akademis melulu, apalagi kalau si Bapak A ini yang menjabat rektor baru nanti?

Tidak bermaksud menyudutkan salah satu pihak. Karena keyakinan pribadi berasal dari pendapat mas/jeng (baca: pembaca) masing2. Mungkin banyak yang mendukung visi si Bapak A, beranggapan sama bahwa segala bentuk kegiatan kaderisasi itu tidak usah ada, begitu pula dengan arak2an. Berkarya adalah perilaku yang lebih baik untuk menunjukkan eksistensi institut dan berkontribusi. Silahkan bentuk argumentasi sendiri.

Tapi kalau saya pribadi sih, tidak setuju. Arak-arakan sesungguhnya menjadi hiburan besar bagi mahasiswa, terutama TPB (dulu saya menyaksikan wisuda saat TPB, ya saya sih senang2 saja, seperti lihat karnaval). Lalu kaderisasi. Menilik dari kegiatan kaderisasi, contohnya, himpunan dari jurusan saya, meski kegiatannya baru sebatas kulit, tapi saya pikir tanpa adanya rangkaian kegiatan tersebut, sebutlah tugas2 angkatan. Angkatan saya mana pada bisa berusaha saling mengenal lebih dekat dari awal masuk jurusan? Sulit untuk bisa dekat kalau tidak difasilitasi dengan kegiatan semacam itu di sela2 kepentingan akademis. Karena kami seangkatan, bukan hanya setahun-4 tahun bareng2, tapi seumur hidup. Begitu pula hubungan angkatan 2008 dengan senior maupun calon adik angkatan. Bakal terikat seumur hidup dalam komunitas Teknik bla bla bla ITB. Dan usaha menimbulkan rasa kebersamaan, memunculkan rasa peduli sesama, tidak bisa hanya dengan belajar di kelas/laboratorium. Yakin deh.

Kembali lagi. Arak-arakan, sesuai kata Pak Sumanto, salah satu dosen di prodi Matematika ITB, pada dasarnya diperlukan untuk menunjukkan pada warga, khususnya warga Bandung, akan keberadaan sarjana-sarjana ITB yang siap terjun langsung ke masyarakat. Kaderisasi, kata saya (biarin deh disebut sotoy) pada dasarnya diperlukan untuk membentuk insan-insan/generasi penerus sebuah komunitas/organisasi yang sesuai dengan visi komunitas/organisasi tersebut. Toh keduanya banyak manfaatnya, kata saya lagi. Jadi kenapa harus dihapuskan sampai tuntas tas tas?

Yang dihapus mah pelaksanaannya yang berkaitan dengan tindak kurang terpuji saja (duile…bahasanya), misalnya perkelahian antar jurusan di arak2an (sayangnya arogansi himpunan & musuh himpunan seolah sudah membudaya di beberapa jurusan) dan hukuman fisik secara langsung antara senior terhadap juniornya (contohnya menampar si junior, saya dengar ada nih di ITB. Cuma dengar, belum tentu benar). Tambahan lagi, kaderisasi himpunan salah satu tujuannya memperkenalkan keprofesian kan? Bagus dong.

Wah ternyata sudah malam pas menulis ini. Disudahi sajalah tulisannya. Tulisan yang isinya hanya selentingan tentang pendapat saya mengenai kegiatan di kampus. Setiap pribadi bisa berbeda. Tapi tidak ada salahnya kan berbagi pendapat?

Rabu, 09 September 2009

RINDU

Pikiran muter2
Tangan gatal
Rindu berat
u/ menulis

Janji deh sebelum lebaran tahun ini saya bakal posting minimal 2 tulisan...

Jumat, 28 Agustus 2009

---

i always hate loneliness,

neverthless it often loves me

Minggu, 23 Agustus 2009

PEKKA HMTL (1)

Selasa, 18 Agustus 2009 merupakan hari yang mengagetkan bagi mahasiswa TL 08 kelas genap. Mungkin. Karena setelah mata kuliah Statistika Lingkungan, kakak2 HMTL memasuki ruang kelas dan tiba2 memberikan undangan serta menugasi teman2 sejurusan saya dengan deadline pada hari kamis, 20 Agustus 2009.

Apa saja tugasnya?

  1. Perangkat angkatan
  2. Database angkatan
  3. Jarkom angkatan

Cukup kaget juga kami mahasiswa kelas ganjil ketika menerima sebaran undangan titipan dari kelas genap. Di situ tertulis undangan bagi kami untuk datang pada acara PEKKA HMTL ITB. Apa itu?

PEKKA HMTL ITB merupakan kependekan dari Pengembangan Keprofesian dan Kemahasiswaan bagi Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB. Secara umum, sebut saja acara ini merupakan rangkaian OS dari jurusan Teknik Lingkungan. PEKKA HMTL yang dibuka pada tanggal 20 Agustus 2009 di Amphiteater Arsitek pukul 10.03 tepat menurut waktu handphone saya.

Fitra (mudah2an tulisannya benar) selaku ketua acara membacakan 3 tujuan diadakannya PEKKA HMTL ITB ini. Kira2 begini gambaran yang saya dapat:

  1. Mengenalkan bidang keprofesian Teknik Lingkungan bagi mahasiswa 2008
  2. Mengenalkan kemahasiswaan dalam organisasi yang bernaung dalam bidang keprofesian Teknik Lingkungan ITB bagi mahasiswa 2008
  3. Membangun kesolidan angkatan 2008

Usai pengguntingan tali (formalitas pembukaan acara), ketua acara mengamanahi kami melalui Regi (ketua angkatan) untuk menjaga sebuah tanaman dalam pot bernama Begonia. Pada akhirnya tanaman ini akan diminta kembali oleh kakak2 HMTL usai PEKKA HMTL ITB selesai. Selain itu, selesai acara perkenalan satu angkatan, kami ditugasi kembali oleh kakak2. Tugas2 angkatan, yakni:

  1. Yel2 angkatan
  2. Nama angkatan
  3. Logo angkatan
  4. Buku angkatan per orang
  5. Nametag
  6. Seragam angkatan
  7. Lagu angkatan
  8. Basecamp

Usai penutupan acara pembukaan, perangkat angkatan dikumpulkan untuk diberi sedikit bimbingan. Poin penting dalam pertemuan intern perangkat dan panitia adalah akan ada banyak kegiatan pengabdian masyarakat dalam kegiatan ini. Satu lagi, deadline semua tugas angkatan tadi paling lambat selama 2 minggu. WOW. Lama ya. Kalau dibandingkan dengan jurusan-jurusan lain, 2 minggu itu lama kan? Nggak masalah soal waktu. Yang penting tujuan2 yang ingin dicapai dari acara ini tercapai kan?

Entah kenapa pada awalnya saya merasa begitu bersemangat menjalani kegiatan ini. Di samping memang diberi amanah oleh teman-teman angkatan untuk menjadi salah satu orang yang harus fokus dengan kegiatan ini, saya memang lama telah menunggu diri untuk bisa mendalami dan berkecimpung dalam bidang keprofesian yang sudah saya nantikan sejak 2 tahun lalu.


Buat teman-teman yang akan, sedang, dan sudah menjalani rangkaian OS jurusan masing-masing, tetap SEMANGAT ya…! Yakini kalau kegiatan itu pasti banyak manfaatnya.

Kamis, 20 Agustus 2009

Lama

Lama blog saya kosong

Info saja...
kayaknya makin lama blog saya bakal masih kosong
PEKKA HMTL telah dimulai soalnya...

Rabu, 29 Juli 2009

Fiuh

Lama banget nggak mengisi blog
isi pakai ini 'aja deh...
lagi iseng2 bikin buat gambar grup TL di FB,
daripada gambar grupnya cuma tanda tanya...




Jumat, 17 Juli 2009

Syukur

Allah memang tahu caranya membuat manusia mensyukuri nikmat akan sehat lewat sakit

Minggu, 12 Juli 2009

Senang

Akhir2 ini saya merasa SENANG karena entah kenapa tiba2 saja senang.
Baguslah...

(Bukan) Tentang Anak Kecil

Kemarin, 12 Juli 2009, saya dan beberapa teman (kel.43 capanlap PROKM 2009) pergi ke Gelap Nyawang untuk melakukan pengmas. Rencananya hari itu cuma cari2 informasi ke pemilik tempat makannya.

Di rumah makan Kabitha, pertama kami didatangi oleh Bapak2 sekitar umur 40/50-an ke atas, seorang pemain suling Sunda. Saya spontanitas menyapanya, mempersilahkan Beliau duduk lalu mengajaknya ngobrol sebentar. Namanya Pak Aziz, rumahnya di Cibiru (jauh), tidak punya istri (apalagi anak). Kakaknya ada 5 dan ada yang bekerja sebagai sopir.

Ketika saya tanya apakah ia hanya bekerja meniup suling saja, beliau menganggukkan kepala. Saya tanya lagi. Apakah hasil kerjanya itu mencukupi? Dia ngangguk2 lagi. Ketika berinteraksi, cukup aneh juga karena si bapak ini sepertinya kurang mengerti arah obrolan saya.
Tiba2 beliau mengeluarkan selembar kertas A4 yang telah dilipat.
Beliau berkata, "Rumah saya..."

Karena saya bingung, saya terima saja. Lalu beliau pergi.

Saya kemudian membuka lipatan kertasnya dan mendapati bahwa kertas itu adalah Surat Keterangan Bantuan dari RT untuk penyandang cacat mental.
Waduh...ternyata bapak itu cacat mental toh. Tapi aneh juga ya, dia cacat mental apa ya? Apa setiap orang yang berbaik hati ngajak ngobrol dia, selalu dia kasih surat itu? Soalnya saya intip di tasnya memang banyak kertas2.
Hal yang paling dulu kepikiran, sepertinya si bapak ini disuruh ya sama orang lain. Disuruh ngasih kertas itu kalo ada orang yang tiba2 ngajak ngobrol. Maksudnya buat kasih sumbangan, ke rumahnya gitu...secara dia kan punya 'kekurangan'.

Lalu obrolan berlanjut ketika ada pengamen anak kecil masuk. Umurnya mungkin sekitar 6 tahun. Bawa kecrekan. Ia menyanyikan lagu The Virgin. Saya ajak dia kenalan. Namanya Dahlan, tinggal di Pasir Koja (jauh), tidak bersekolah tapi mau sekolah.
Karena saya muak dengan anak2 kecil yang suka nyanyi lagu orang dewasa, saya meminta Dahlan untuk nyanyi lagu anak2.

Mas/jeng tahu jawabannya?

Ia cuma geleng-geleng.
"Lagu Balonku bisa, Dahlan?"
Ia geleng-geleng lagi.
"Lagu anak2 lain?"
Geleng-geleng lagi.
"Yah...masa ANAK KECIL GA BISA LAGU ANAK-ANAK?"
Dahlan nyengir-nyengir.

Ya ampun. Ya sudah saya kasih dia sedikit uang sambil berkata,
"Belajar lagu anak-anak, ya! Terus uangnya ditabung buat sekolah (walaupun saya yakin uang itu pasti diambil orang tuanya)."
Lalu si Dahlan pergi.

Begini ya anak-anak Indonesia.
Jadi dewasa sebelum waktunya...

Rabu, 08 Juli 2009

SELAMAT

Barusan saya dapat SMS dari SELAMAT (bukan nomor HP) berisi:

Selamat atas partisipasinya!
Coba dapatkan Rp 7 juta/ bulan.
Kamu telah terpilih untuk berpartisipasi
Kirim REG UANG ke 9877.

CALL 021-52971*** (sensor-lah cuy)

Kalau saya lihat, ada yang aneh di sini.
Pertama, sejak kapan saya pernah berpartisipasi? Melirik iklannya di TV saja ogah.
Kedua, di baris pertama, SELAMAT ATAS PARTISIPASINYA. Sedangkan di baris ketiga, KAMU TELAH TERPILIH UNTUK BERPARTISIPASI. Bah...jadinya saya 'udah berpartisipasi terus dikasih selamat atau memang belum berpartisipasi dan akhirnya dipilih? ANEH.
Ketiga
, ada pertanyaan muncul di benak saya. Apa gara2 nggak ada yang berpartisipasi sampai2 Mas/Jeng SELAMAT ini harus mencari orang untuk berpartisipasi? Hahaha.

Makanya ya Mas/Jeng SELAMAT, mbok dipikirkan dulu kata-katanya kalau mau kirim SMS. Kalau mau kirim yang sejenis, nggak apa2. Nanti tak masukin blog saya lagi, khusus membahas kesalahan kalimatnya. Hahaha.

Salah Satu Kejahatan Yang Indah

Ada sebuah ungkapan tentang perasaan yang sering dikatakan sulit untuk menggambarkannya...

Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.

Sayangnya menulikan telinga itu adalah kejahatan yang indah.

Senin, 06 Juli 2009

SAMPAH...!!!

MeNYAMPAH adalah melakukan kegiatan SAMPAH oleh diri sendiri yang (tidak) SAMPAH ditemani oleh orang-orang sampah pada waktu yang sampah. Sampai2 bisa bilang sampah itu sampah. Sumpah...benar2 sampah semua!
Hahaha...
SENANG (dan terpaksa) meNYAMPAH...

Minggu, 05 Juli 2009

Apakah Mas/Jeng Mahasiswa?

Kemarin, 4 Juli 2009, seperti biasa saya mengikuti diklat ca’pan PROKM 2009. Siang itu entah apa namanya, saya sih menyebutnya Lingkar Wacana karena konsepnya memang mirip seperti itu. Ada mentor, diskusi, dan pembahasan bertema peran mahasiswa.


Langsung saja pada pembahasan yang paling menggugah saya. Yakni ketika mentor saya, kak Rahman Agil (FI 07), memberitahu fakta bahwa pemasukan ITB itu berasal dari 20% BPP&BPPT mahasiswa, 30% proyek dosen, dan 50% uang rakyat. Ya. Uang rakyat yang dimaksud ya yang berasal dari pajak.

JEGER!!!

Baru tahu saya…nggak gaul banget ya?!


Sebenarnya kalau ditarik lebih jauh, bagi saya mahasiswa tidak menghendaki dibiayai oleh rakyat. Rakyat juga tidak menghendaki membiayai mahasiswa. Wong cari makan ‘aja susah. Tapi ya beginilah sistem. Sistem inilah yang membuat mahasiswa dibebani amanah oleh rakyat.


Namun, bagi saya justru amanah ini seharusnya dapat menjadi alasan kuat mengapa mahasiswa harus benar2 mengembangkan kemampuan dan memenuhi kapasitas dirinya selama mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Ya untuk menjaga sekaligus mengimplementasikan harapan2 yang diinginkan dari amanah tersebut.


Sederhananya, biaya kuliah mas/jeng kan tidak murni berasal dari ORANG TUA mas/jeng ‘aja kan? Ada uang rakyat juga di situ kan? Oleh karena itu, kalau ada mahasiswa yang berkuliah di ITB, berarti urusannya bukan cuma antara pribadi tersebut, keluarga, dan Tuhan. Tapi ada unsur rakyat juga di situ.


Jadi baru kemarin saya menemukan satu alasan lagi mengapa mahasiswa memiliki peranan penting dalam kemajuan bangsa. Seperti halnya Salam Ganesha. Bakti kamu untukmu: BANGSA. Ya karena mahasiswa ternyata memang memiliki keterikatan terhadap rakyat (bangsa). Mereka dibiayai untuk mencari ilmu oleh rakyat, maka sudah sepantasnyalah ada timbal balik. Tidak heran ya rakyat memiliki harapan besar terhadap mahasiswa. Lha wong uang mereka kita yang pakai kok. Hahaha.


Jadi, kalau kita menyia-nyiakan uang tersebut, sama saja ‘kan ya dengan menyia-nyiakan amanah rakyat?

Lantas, apakah situasi ini menjadikan posisi kita sama seperti para pejabat pemerintahan yang diembani amanah oleh rakyat? Yang apabila disia-siakan, berarti menyebutkan bahwa perilaku mahasiswa sama saja dengan koruptor.

Meskipun amanah diberikan (kepada mahasiswa dan pemerintah) dengan cara yang berbeda dan perlu diwujudkan dengan cara yang berbeda pula, ini tetap disebut amanah ‘kan?


Mungkin sebagian orang berpikir ya. Dan sebagian tidak. Tapi kalau mas/jeng menanyakan kepada saya, saya sendiri akan menjawab “YA”. Karena amanah ya tetap amanah. Apapun bentuknya, tetap harus dijaga sebaik mungkin.


Makanya sekarang saya mulai harus mempertimbangkan jika ingin mengecam kerja pemerintah (yang dianggap negatif oleh media) Perlu untuk dikaji lebih dalam terlebih dahulu dan dicari dari berbagai sumber. Tidak boleh sembarangan menghujat pemerintah. Karena saya tidak mau jadi orang munafik. Menghujat orang lain tapi diri sendiri pun menyia-nyiakan. Tidak mau ah.


Tapi sayangnya ya, berkaitan dengan uang rakyat itu, di akhir pembahasan kak Agil mengucapkan kalimat ini nih:

“Jadi, apakah masih pantas kita BOLOS kuliah?”

Nah kayaknya kalimat itu yang paling kedengaran familiar deh di telinga saya.


Selasa, 30 Juni 2009

Ini Seriusan ...!

Bagi saya...
Membaca itu menyenangkan
Berpikir itu diperlukan
Berimajinasi itu menggiurkan
Dan Menuangkan Imajinasi dan Pemikiran dalam bentuk tulisan itu
LUAR BIASA memuaskan...

Esai PROKM 2 : Wajah Pendidikan di Indonesia

Catatan pendek : Senang sekali mendapati bahwa hasilnya sebanyak 5 halaman. Pertama kalinya. Tapi mungkin mas/jeng pusing bacanya. Banyak basa basi dan isinya tidak berarah. Biarlah. Namanya juga belajar. Gara2 diklat nih blognya kosong. Makanya esai ini harus diposting-lah. Biar blognya ga kosong. Capek juga bikin esai. Tapi SERU.


Belakangan ini masyarakat kerap membicarakan berbagai hal negatif yang terjadi pada badan pendidikan formal di Indonesia, yakni sekolah. Misalnya kebocoran jawaban Ujian Akhir Nasional, kekerasan antar-murid atau guru terhadap murid, maupun kasus pelecehan seksual pelajar. Semua hal tersebut menimbulkan pertanyaan dalam benak masyarakat. Inikah wajah pendidikan di Indonesia?

Beragam komplain dilontarkan. Beragam argumen pun dikemukakan. Namun, apakah semua yang bersuara memahami maksud dari pendidikan itu sendiri? Pada hakikatnya, secara sederhana, pendidikan adalah proses meningkatkan ilmu pengetahuan melalui lembaga formal maupun non-formal. Sedangkan definisi pendidikan yang sebenarnya bagi saya adalah bentuk bimbingan dari pendidik untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan memenuhi kapasitas diri yang terdidik. Kapasitas yang perlu dipenuhi tersebut mencakup fisik, yakni jasmani dan non-fisik, yakni rohani, akal, dan kepribadian.

Definisi di atas apabila dihubungkan dengan kenyataan, tak mungkin saya pungkiri bahwa sesungguhnya pendidikan telah terjadi sejak pertama kali dimulainya peradaban dalam masyarakat. Karena pada setiap peradaban yang terjadi pada masyarakat, berlangsung proses pendidikan di dalamnya.

Sesungguhnya, pendidikan dapat diperoleh di mana saja. Tidak terbatas dari sekolah, perguruan tinggi, dan lembaga non-formal. Mengapa? Mari kita kembali kepada definisi pendidikan sebagai bentuk bimbingan dari pendidik untuk memenuhi kapasitas diri yang terdidik. Kapasitas-kapasitas diri tersebut bukan sebatas kemampuan mengerjakan soal-soal Kalkulus, Kimia, Fisika, Bahasa Inggris, dan mata pelajaran lainnya. Tidak dibatasi pada akademik. Melainkan kapasitas yang mencakup fisik dan non-fisik sebagaimana yang disebutkan dalam paragraf kedua.

Oleh karena itu, saya katakan bahwa tempat untuk memperoleh pendidikan yang sebenarnya adalah hidup kita sendiri. Menyambung kepada tugas pertama esai PROKM mengenai makna hidup. Dalam esai tersebut saya menyatakan bahwa makna adalah pengetahuan. Dengan mendapatkan makna maka setidaknya kita telah mendapatkan pengetahuan. Dan makna hidup akan menemani kita untuk menemukan pengetahuan hidup. Pengetahuan hidup inilah yang mampu memenuhi kapasitas-kapasitas diri.

Bahasan ini sudah saya kemukakan dalam esai pertama. Jadi sepertinya tidak perlu dibahas ulang. Maka dari itu, saya akan membatasi bahasan mengenai pendidikan dalam tulisan ini. Esai ini akan menekankan pendidikan yang diajarkan oleh pendidik dan diperoleh untuk yang dididik melalui lembaga formal dan non-formal.

Pendidikan formal merupakan bimbingan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan utama berdasarkan akademis di lembaga-lembaga formal, yakni sekolah dan perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan non-formal merupakan bimbingan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan utama dengan spesifikasi keterampilan pada lembaga-lembaga non-formal seperti tempat les bahasa asing, tempat kursus keterampilan tangan, bahkan TPA (Tempat Pengajian Anak).

Selain untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bentuk akademis dan keterampilan, lembaga pendidikan formal dan non-formal juga memiliki tanggung jawab atas pemenuhan kapasitas diri lain bagi pelajar-pelajarnya, yakni kebugaran jasmani, rohani, dan pembentukan kepribadian. Mengapa? Karena seperti yang telah berulang kali dikemukakan di atas, pendidikan yang diajarkan tak sebatas pada akademis saja. Termasuk pula di dalamnya nilai-nilai yang berkembang dalam kemasyarakatan.

Sudah menjelaskan banyak komponen dalam pendidikan. Lantas, apakah sebenarnya pendidikan itu dibutuhkan? Pendidikan sebagaimana yang telah disebutkan dalam paragraf ketiga, mengenai proses pendidikan yang sebenarnya telah terjadi dalam peradaban masyarakat. Apabila ditarik lebih jauh dan dihubungkan kepada perkembangan zaman sekarang, hal ini menunjukkan bahwa dahulu pendidikan dibutuhkan bagi manusia untuk bertahan hidup. Sekarang, pendidikan dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Bagaimana tidak. Perkembangan teknologi, pembangunan infrastruktur, dan pengaktifan lapangan kerja sesungguhnya memiliki tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Semua hal tersebut merupakan output (pengeluaran) dari hasil pendidikan.

Para teknokrat, sarjana-sarjana hukum, manajer perusahaan, artis, bahkan presiden Republik Indonesia pun lahir menjadi orang-orang yang berjasa bagi Indonesia berkat pendidikan. Seorang teknisi tidak mungkin mampu membangun infrastruktur-infrastruktur tanpa mempelajari dan melatih keterampilannya di lembaga formal terlebih dahulu. Para pengacara tidak mungkin mampu membebaskan kliennya tanpa tahu bagaimana harus mengatur strategi pembelaan jika ia tidak mengetahui dasar-dasar hukum. Para ahli ekonomi tidak mungkin mampu meningkatkan pemasukan negara apabila tidak mempelajari masalah perekonomian terlebih dahulu. Semua itu berkat pendidikan.

Maka, apabila ditanyakan “Apakah pendidikan itu dibutuhkan?” Jawabannya adalah ya, pasti. Untuk saat ini, pendidikan dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masing-masing pribadi maupun khalayak luas. Berdasarkan keperluan ini, manusia harus mengenyam pendidikan. Kita pun bertanya, “Pendidikan macam apa yang sepatutnya dilaksanakan demi memenuhi keperluan tersebut?” Munculah kata sistem sebagai jawaban.

Pendidikan yang baik bergantung pada keefektifan sistem karena sistem merupakan penyokong utama tersampaikannya pendidikan. Sistem pendidikan yang ideal bagi saya adalah sistem yang mendukung penyampaian pengajaran ilmu pendidikan normatif, teoritis, dan praktis dalam waktu bersamaan kepada yang orang yang dididik.

Setelah banyak berteori, saatnya kita beralih kepada kenyataan yang terjadi di Indonesia. Saat ini, banyak sekali masalah yang berkenaan dengan pendidikan. Dalam arti keberjalanan proses pendidikan tidak sesuai dengan teori. Banyak mengalami pembelokan. Ditilik dari definisi saja, bagi saya, definisi pendidikan di Indonesia telah melenceng. Pendidikan yang semula merupakan bentuk bimbingan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kapasitas diri kini menjadi suatu bentuk identitas derajat sosial.

Banyak pribadi yang mengenyam pendidikan agar tidak kalah gengsi dan ditanggapi posisinya dalam bersosialisasi dengan masyarakat luas. Sekedar untuk mendapatkan status pendidikan. Karena faktanya di Indonesia, semakin tinggi status pendidikan yang diperoleh oleh seseorang, semakin tinggi pula penghargaan derajat sosial dari masyarakat di sekelilingnya. Masalah ini sudah merajalela, bahkan mungkin di kampus ITB sendiri masih banyak mahasiswanya yang melanjutkan pembelajaran sekedar untuk mendapat gelar sarjana teknik. Padahal jelas-jelas pendidikan dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan, bukan untuk meningkatkan status sosial.

Lembaga-lembaga formal dan non-formal pun sekedar menjadi tempat transit dari rumah kembali lagi ke rumah. Dan proses pembelajaran sekedar menjadi pengisi waktu luang. Pelaksanaan proses pendidikan kini telah menjadi sebuah proses statis. Guru datang ke sekolah untuk mengajar. Bahan ajaran yang selalu sama setiap tahunnya. Bahan ajaran yang selalu sama yang disampaikan kepada murid-murid berbeda di tiap-tiap kelasnya. Dan cara pengajaran yang sama. Begitu pula dengan murid. Datang ke sekolah, mendengarkan penjelasan lalu pulang ke rumah atau memilih bermain bersama kawan dulu sebelum pulang. Proses pembelajaran berlangsung statis.

Masalah lain yang terjadi di Indonesia, yakni krisis karakter. Akhir-akhir ini media massa kerap memberitakan berbagai tindak kriminal yang terjadi di lembaga pendidikan, terutama lembaga formal. Seperti perkelahian antar-pelajar, pelecehan seksual dan moral guru terhadap murid, perekaman video porno pelajar, dan tindak kekerasan antar-pelajar untuk dapat menjadi anggota sebuah geng.

Apa sebenarnya yang salah dengan pendidikan di Indonesia? Menurut saya, masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas muncul atas ketidaksempurnaan sistem pembelajaran di negara kita. Sebagaimana sistem pendidikan ideal yang mampu mendukung penyampaian ilmu pendidikan normatif, teoritis, dan praktis dalam waktu bersamaan, sistem pendidikan di Indonesia justru menitikberatkan pada ilmu pendidikan teoritis. Padahal, ketiganya harus berjalan beriringan. Tidak bisa berat pada salah satu bentuk ilmu karena dalam berkehidupan, ilmu pendidikan teoritis tidak berarti banyak tanpa dibarengi kedua ilmu pendidikan lainnya (normatif dan praktis).

Penitikberatan ilmu pendidikan teoritis menyebabkan akademis menjadi prioritas dengan nilai sebagai parameter keberhasilannya. Faktanya memang seperti ini. Banyak orang tua memerintahkan anak-anak mereka untuk memperoleh nilai setinggi-tingginya. Banyak mahasiswa berusaha meraih Indeks Prestasi (IP) setinggi-tingginya. Tidak salah memang. Namun, sesungguhnya bukan nilai yang dapat membantu kita setelah kita terjun ke masyarakat, dunia pekerjaan yang sesungguhnya. Melainkan kemampuan aplikasi dan terutama karakter serta kepribadian.

Penitikberatan ini akan menjadi salah apabila berbagai cara dihalalkan untuk meraih nilai yang notabene-nya merupakan parameter keberhasilan pendidikan. Misalnya, pihak sekolah membocorkan jawaban Ujian Akhir Nasional kepada murid-muridnya agar semua murid tingkat akhir dapat lulus. Begitu pula dengan kepala sekolah yang terima ‘main belakang’ agar seorang anak dapat melanjutkan pembelajaran di sekolahnya. Aneh. Di mana peran mereka sebagai pendidik moral.

Kurangnya penyampaian ilmu pendidikan normatif mengakibatkan krisis karakter pelajar yang berujung pada timbulnya berbagai tindak kriminal yang sekarang marak dilakukan oleh para pelaku pendidikan, yakni pelajar, guru, maupun civitas lembaga formal atau non-formal lainnya. Sedangkan kurangnya penyampaian ilmu pendidikan praktis menurut saya menyebabkan kestatisan proses pengajaran. Menyebabkan pendidik maupun orang yang dididik merasa kurang bersemangat terhadap proses pembelajaran yang mereka laksanakan.

Ketidaksempurnaan sistem pendidikan di Indonesia pula yang menurut saya menyebabkan pembelokan definisi pendidikan. Sistem pendidikan kita kurang dapat mengefektifkan penyampaian tujuan pendidikan itu sendiri. Mungkin yang ingin saya katakan adalah sistem pendidikan di negara ini tidak memiliki basis. Tidak memiliki dasar untuk melangkah. Akibatnya, inti dari pencapaian pendidikan yang semula merupakan bimbingan dalam rangka menjadi manusia yang lebih berkapasitas menjadi tidak ada. Akhirnya masyarakat sendiri yang menentukan, membentuk opini umum bahwa mengenyam pendidikan adalah untuk meningkatkan status sosial.

Selain masalah-masalah di atas, ada satu masalah yang bagi saya merupakan masalah terbesar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Yakni tingginya biaya pendidikan. Ya. Itulah masalah yang paling sering digunjingkan oleh masyarakat Indonesia.

Apabila ditarik lebih jauh, masalah tersebut timbul dari kesalahan para pengatur sistem pendidikan. Yang saya maksud bukanlah pemerintah pusat. Pemerintah pusat justru sudah berjasa, setidaknya telah menaikkan anggaran pendidikan menjadi anggaran terbesar dibandingkan bidang-bidang lain.

Para pengatur sistem pendidikan ialah mereka para penanggungjawab atas lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia yang menjalankan birokrasi yang rumit dan tidak jujur. Banyak praktek KKN yang terjadi. Hal ini meyakinkan saya bahwa mereka para birokrat kebanyakan merupakan orang-orang cacat yang egois dan angkuh. Akibat birokrasi yang tidak sehat tersebut, menurun pada masyarakat awam yang sebenarnya tidak berkepentingan untuk dilibatkan dalam proses menuju kemelaratan.

Tanpa berusaha menutup mata atas keberadaan sisi positif, sebenarnya banyak masyarakat yang berniat mengenyam pendidikan agar nantinya mampu berkontribusi kepada Tuhan, bangsa, dan negara. Namun, ketidaksempurnaan sistem dan kecacatan para pengatur sistem telah merusak makna dari pendidikan itu sendiri. Masyarakat hanya mampu melihat berbagai sisi negatif yang ditimbulkan, terutama atas perilaku birokrasi yang memang tidak transparan. Akibatnya, peranan pendidikan yang nampak dalam pandangan masyarakat pun seolah menjadi sebuah wajah yang tercoreng. Pertanyaannya adalah, “Akankah wajah pendidikan di Indonesia ini terus berlanjut?"