Senin, 12 Januari 2009

Musyawarah Kerja Boulevard (1)

Musyawarah Kerja Boulevard


Saat itu menjadi siang yang dingin ketika saya sedang berjalan kaki menuju sekre Boulevard. Memang akhir-akhir ini Bandung sering gerimis sampai-sampai udaranya terasa dingin meskpun belum turun gerimis, apalagi hujan. Ingin hati ini mencitu, namun tidak bolehlah. Saya ‘kan berniat mengikuti kegiatan Boulevard. Bagian depan sekre-nya yang berbau apek juga (ternyata) tidak menciutkan hati saya.

FYI, kegiatan Boulevard ini berjudul MuKer (musyawarah kerja) yang akan diadakan di Padasuka (entah di mana tempatnya). Kegiatan ini mengambil waktu sebanyak 2 hari 1 malam, dterbagi menjadi 3 acara, yakni Aku & Boulevard, LPJ, serta pemilihan para pemimpin baru. FYI lagi, Boul’ers (sebutan untuk anggota Boulevard) diharapkan berkumpul di sekre pukul 11.00.

Pukul 11.04

Saya menginjakkan kaki di sekre Boulevard. Di dalamnya sedang duduk Hasan dan beberapa teman 2008. Saya duduk dan mengikuti obrolan kecil dalam kumpulan orang tersebut, sembari melirik-lirik sejenak ke arah televisi.

Sekitar Pukul 12.00

Ray, si Pemimpin Umum, orang yang kami tunggu sedari tadi tak kunjung datang. Kami, orang-orang yang berada dalam sekre akhirnya memutuskan untuk shalat dan makan siang dahulu di Salman.

Sekitar Pukul 14.30

Meskipun Ray belum terlihat batang hidungnya, kami yang sudah datang ini memutuskan untuk pergi dahulu. Secara transport (mobil Niki dan Dep) sudah tersedia. Setelah masuk ke mobil tumpangan masing-masing, datanglah Ray dengan wajah tegang (faktor akan di-LPJ nanti malam) bersama motornya. Arfah selaku orang tertua di sana, sempat jengkel dengan menegur Ray. Namun, akhirnya kami berangkat juga. Urusan yang lain bagaimana, itu resiko datang terlambat.

Sekitar pukul 16.00

Sampailah kami di tempat tujuan. Sebuah rumah milik adik kelas Dep (kembar) dengan jalan menuju ke dalamnya yang tak beraspal menjadikan rute cukup sulit dilalui. Untunglah sepanjang perjalanan, saya tidur.

Sekitar pukul 17.00

Aku & Boulevard dimulai. Acara ini hanya sebagai ajang cerita-cerita mengenai diri kita menjelang dan selama menjadi Boul’ers dengan moderator Arfah.

Pukul 19.40

LPJ dimulai. Jujur baru kali ini saya menghadiri sebuah musyawarah yang alot dan memakan waktu lama dalam satu waktu. LPJ yang pernah saya alami sewaktu SMA hanyalah sebatas orang-orang bertanya atau lebih tepatnya meminta pertanggungjawaban dari para petinggi OSIS, dan 1 orang petinggi hanya beberapa menit.

OK. Mulai saja. Orang yang pertama di-LPJ kan adalah RedArt (Redaktur Artistik), Ardya Dipta. Ia duduk di sebuah kursi, sebutlah hot seat, di tengah-tengah kami para boul’ers yang duduk lesehan bersandarkan tembok-beralaskan karpet. Saya, yang mana ingat bahwa dalam suatu musyawarah perlu ada seorang notulen, berinisiatif mencatat. Baru beberapa menit mencatat secara manual (tulis pakai pensil), saya sudah disodori laptop oleh Ray. ‘Tulis di sini aja,biar gampang’, katanya.

Saya bersemangat sekali menulis. Semua yang diomongkan dalam musyawarah itu saya tulis. Orang yang bertanya, jawaban dari Dipta, pokoknya hal-hal yang disampaikan sehubungan dengan LPJ. Dep, orang di sebelah saya, bahkan pernah ber-ckckck menanggapi suara ketikan tangan saya. Tidak apa-apalah, biar nggak ngantuk.

LPJ untuk Dipta merupakan awal musyawarah yang ekstrim bagi saya. Bagaimana tidak? Yang saya tangkap, semua orang memberi kesan memojokkannya. Hal yang paling disinggung adalah mengenai kepergiannya (yang sangat salah waktu) ke Australia saat orang malah membutuhkan sosok pemimpin bidang artistik. Masalah lain adalah kecerobohannya pada edisi 61 mengenai deadline artistik. Ujung-ujungnya, para penanya, menanyakan prioritas Boulevard baginya, yang kemudian dijawab dengan jujur bahwa ia lebih senang berada di himpunannya, Elektro. Suatu hal yang sangat saya maklumi, karena saya pun belum merasakan kenyamanan berada di Boulevard.

Namun, satu hal yang membingungkan saya adalah dalam musyawarah ini, karakter/kepribadian seseorang dibawa-bawa, bahkan lebih banyak didiskusikan ketimbang cara kerjanya.

Pukul 22.45

LPJ untuk Dipta telah selesai dengan hasil voting: Tolak=3 suara dan Terima=22 suara. Berarti, LPJ-nya diterima. Waktu istirahat diberikan oleh Arfah selama 10 menit sebelum dilanjutkan kepada LPJ Windy.

Pukul 23.05

LPJ kedua dari Pemimpin Perusahaan, Windy Iriana. Saya digantikan Nurul untuk menjadi notulen. Makanya saya kurang fokus mendengarkannya karena ngantuk. Sepertinya, hal yang paling disinggung adalah mengenai harga jual Boulevard yang dianggap oleh para petinggi kurang sesuai dengan isi Boulevard itu sendiri alias kemahalan.

Pukul 01.45

LPJ untuk Windy selesai. Semua menerima LPJ-nya, tanpa terkecuali saya. Untuk bidang ini, saya memang dari awal yakin kalau Windy telah memberikan kinerja yang baik.

-bersambung ke bagian 2-

Tidak ada komentar: