Rabu, 08 April 2009

Saya GOLPUT (deh...)

Rabu sore, sehari sebelum Pemilu Legislatif.


Pukul 15.15 ketika saya mendapat kabar melalui handphone dari sang Ibu. Kabarnya mengenai kesempatan pertama saya yang hilang untuk berpartisipasi dalam sebuah Pesta Rakyat tahun ini. Tahulah semua, maksud saya Pemilu Legislatif yang diadakan besok.

Kabar itu adalah kabar buruk bagi saya. Mengapa? Karena Ibu mengatakan bahwa saya sekeluarga tidak bisa memilih besok. Dari beberapa rumah di RT saya di Tangerang, total ada 3 rumah yang kehilangan kesempatan u/ memilih besok. Padahal Ibu saya yakin bahwa sejak Januari lalu, beliau sudah mendaftarkan hak pilih kami sekeluarga.


Setelah diusut-usut oleh Ibu saya, begini ceritanya:

Ibu saya melihat selebaran pada bulan Januari 2009 mengenai waktu pendaftaran u/ memiliki kartu pemilih. Mendaftarlah beliau ke KPUD Kelurahan. Beres. Ibu saya mengira kartu pemilih itu berlaku untuk Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.

Ternyata, setelah kemarin beliau mengecek ke KPUD untuk memastikan kartu, yang ia dapatkan justru kekecewaan besar. KPUD mengatakan bahwa kami sekeluarga tidak bisa memilih besok dengan alasan tidak terdaftar.


Lha tidak terdaftar dari mananya? Januari ‘kan sudah!


Ternyata (lagi), pendaftaran pada bulan Januari itu adalah pendaftaran untuk dapat memilih di Pemilu Presiden. Terus kapan pendaftaran untuk Pemilu Legislatif? Pihak KPUD menjawab kurang lebih seperti ini, “Ooo…itu mengikuti pendaftar yang tertera saat pemilihan Bupati Tangerang.”


GILA! Itu ‘kan setahun yang lalu!


Ada kabar miris lain dari Ibu saya. Tidak sampai dari 200 orang-an, 70 orang di antaranya punya kartu pemilih dobel. Bahkan di rumah tante saya, ada 2 kartu pemilih lebih. Doni nama salah satunya. Entah siapa yang punya. Di rumahnya tidak ada yang namanya Doni. Penunggu pohon mangganya kali’.

Ayah dan kakak saya yang tinggal di Surabaya juga sama apesnya. Sudah lama mereka berdua memutuskan untuk berkumpul di rumah. Rencananya mau men’contreng’ di Tangerang. Mendengar kabar ini, pada sedih deh. Tapi, dibandingkan kami sekeluarga, nasib kakak saya jauh lebih baik. Untungnya Jakarta Pos memintanya u/ mengawasi TPS di Surabaya. Yah…mungkin dari faktor ia sering menulis untuk koran Jakarta Pos, makanya diharapkan ia bisa menulis lagi di sana, membahas tentang pelaksanaan Pemilu Legislatif di Surabaya. Ga’ jadi pulang ke Tangerang deh dia.


Yah mungkin dari awal memang keluarga saya menganggap remeh soal administrasi. Tapi menurut saya, persoalan administrasi yang baru dialami keluarga saya tadi memang gaswat! KPUD-nya ngapain aja sih kok sampai2 BANYAK AMAT kartu pemilih yang DOBEL dan TAK BERTUAN?


SAYA ‘KAN KESAL KARENA TIDAK BISA MEMILIH BESOK.


Dan pasti masih banyak saya-saya lain yang merasakan hal sama. Memiliki euphoria u/ memilih sesuai hati nurani, tapi dihalangi oleh administrasi.

Apakah dalam kasus ini TIDAK BISA MEMILIH = GOLPUT? Karena beberapa menit setelah Ibu saya menelepon, adik saya (10 tahun) mengirimkan SMS berisi :

Kita GOLPUT

Keinget deh kata golput.

Hah…anak kecil ‘aja ngerti.

Tidak ada komentar: