Selasa, 28 April 2009

Perubahan, Pemuda, dan Idealisme

Perubahan tidak diturunkan dari langit, akan tetapi harus diwujudkan. Ia harus muncul atas inisiatif pihak yang menginginkan perubahan. Inisiatif untuk mewujudkan perubahan pun sebenarnya tidak muncul tanpa pihak tersebut memahami bahwa ada sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan yang seharusnya, menimbulkan kerugian, dan berdampak akhir pada gangguan keselarasan. Poin penting tersebut apabila ditelusuri, menjuruskan pemikiran saya kepada sesuatu yang disebut kesadaran. Hal krusial yang (saya patenkan untuk pribadi) menjadi titik awal perubahan.

Baru-baru ini, banyak hal di sekitar yang memaksa saya untuk (bukan membuka mata lagi, tapi) melotot terhadap keadaan yang terjadi dalam lingkup luas keberadaan saya, yakni Negara. Sadar. Ya. Hal-hal tersebut membuat saya sadar bahwa Negara ini sudah cukup bobrok. (Kesadaran akan gangguan keselarasan di Indonesia. Dan saya bersyukur telah memiliki kesadaran tersebut)

Namun, saya belum melihat bahwa perjalanan Negara ini akan menuju kepada titik bobrok terendah. Mengingat banyak potensi internal yang (sesungguhnya) dapat dibangun untuk memperbaiki kebaikan Negara. Salah satu yang menonjol dan menarik perhatian saya adalah dalam hal kepemudaan. Ya. Potensi internal tersebut salah satunya berasal dari pemuda.

Ok. Semua pasti setuju apabila saya mengatakan bahwa pemuda memang memiliki banyak potensi. Potensi tersebut seharusnya bisa diwujudkan, dikembangkan, dan diaplikasikan untuk kepentingan Negara. Namun, banyak hal yang menyebabkan potensi tersebut tidak tercurahkan sebagaimana mestinya.

Hal ini disebabkan pemuda belum memiliki kesadaran terhadap perlunya suatu perubahan yang diinisiatifkan oleh mereka. Padahal, pemuda Indonesia SAAT INI memiliki banyak kesempatan dan kemudahan dalam mengembangkan potensinya, lho. Lihat saja dari segi teknologi dan pendidikan (kecuali biaya pendidikan mahal, jangan bawa-bawa alasan ini). Hal ini menimbulkan pertanyaan dalam benak saya,
“Apakah pemuda Indonesia sudah dikawat matanya?”

Saya melayangkan pertanyaan ini ada dasarnya. Saya bingung dengan banyak oknum (oke, jujur saja kalau itu bukan oknum, tapi teman yang saya anggap sebagai pemuda juga) yang memberi tanggapan semacam “Why so serious?” kepada saya . Saya yang kadang suka mengaitkan apa-apa dengan manfaat/mudharatnya untuk Negara.

Memang kenapa sih kalau sebagian otak ini saya curahkan kepada hal-hal yang berbau Negara? Toh saya sudah 18 tahun menjejakkan kaki di Negara. Delapan belas tahun bukan waktu yang sedikit untuk membangun kesadaran pribadi yang menyebutkan bahwa tempat yang saya diami ini sudah cukup bobrok dan perlu perwujudan atas inisiatif-inisiatif menuju perubahan. Ke arah yang lebih baik, tentunya.

Pemuda punya andil dalam hal itu. Melihat sejarah, momentum seolah memberikan peran kepada pemuda untuk selalu hadir dalam perubahan yang terjadi di Negara, lho. Contohnya ya pada tiap tumbang-berdirinya rezim macam Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.
Saya pun teringat. Kemarin, dosen saya berkata,
Jika Anda menjadi teknokrat, atau apapun-lah, mau tidak mau Idealisme harus ada dalam diri Anda.

Oke. Saya sebenarnya tidak tahu idealisme itu apa. Mulai dari definisinya, penganutnya, dan bla bla bla lain menyangkut paham ini. Saya menyimpulkan sendiri bahwa idealisme yang dosen saya maksud adalah usaha melayani masyarakat (kodrat teknokrat) sebagai pemberian kontribusi terhadap Negara dalam usaha menjadikannya (Negara) sesuai dengan yang dicita-citakan masyarakat itu sendiri.

Sesuai dengan pernyataan dosen dan kesimpulan pribadi, maka saya seperti ingin berkata dengan keras bahwa “kalau begitu, semua pemuda Indonesia seharusnya menganut idealisme dong?” Tapi, idealisme yang saya maksud adalah yang mengacu pada definisi saya. Ha ha ha. Tapi kenapa harus pemuda? Ya balik lagi. Karena pemuda memiliki potensi yang paling besar dan paling mungkin untuk dikembangkan.

Saya kemudian berkaca pada diri sendiri. Lantas, apakah hampir segala sesuatu yang saya kaitkan dengan manfaat/mudharatnya untuk Negara menjadikan saya seorang yang idealis? Oh tidak, tidak. Saya ‘kan sebenarnya tidak tahu idealisme itu apa. Jadi saya tidak dapat menjudge bahwa saya orang idealis. Salah besar kalau saya men-judge tapi tidak tahu apa yang saya judge kepada diri saya itu. Yang ingin saya tekankan adalah
pernyataan dosen saya.

Ya. Dengan telah memiliki kesadaran atas perlunya inisiatif dari pemuda yang diwujudkan untuk kepentingan Negara, saya (mematenkan sendiri) setidaknya sudah memiliki bumbu-bumbu idealisme yang dosen saya maksud dan sesuai dengan definisi ideal menurut saya.

Lanjutnya, berarti, saya sudah menjadi teknokrat dong. ‘Kan idealisme harus ada dalam diri teknokrat (kata dosen saya). Oh…tidak, tidak. Kalau yang pernyataan terakhir itu abaikan saja. Belum pantas dilayangkan kepada saya, maksudnya.

Sampai pada paragaraf kesimpulan sajalah biar cepat. Mengingat Negara ini sudah cukup bobrok (untuk saat ini), maka diperlukan perubahan. Perubahan ini saya harapkan datang dari pemuda, yakni golongan yang memiliki potensi besar, didukung oleh kesempatan dan kemudahan zaman, dan selalu punya andil dalam memainkan peran menyangkut perubahan yang terjadi di Negara pada zaman-zaman kemarin. Dalam proses menuju perubahan tersebut, pemuda seperti harus memiliki nilai-nilai idealisme (sesuai definisi saya) demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Sayangnya, hingga saat ini kesadaran BANYAK pemuda menyangkut perlunya perubahan dan andil mereka dalam mewujudkan perubahan tersebut belum muncul.



Tulisan akhir yang saya taruh di bawah: Sepertinya tulisan saya ini tidak sistematis, ya? Ya biarlah. ‘Kan suka-suka saya. Hal penting yang ingin saya tekankan. Tulisan ini isinya murni pendapat saya. Apabila terdapat pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan pemikiran Anda, ya itu pendapat Anda. Semua boleh berargumen. Toh kita tidak hidup menjadi pemuda Orde Baru yang menghabiskan sisa hidup di balik jeruji setelah berargumen.

Tidak ada komentar: