Senin, 14 September 2009

Sempat Wawancara Calon Rektor Baru ITB

Sekitar akhir bulan Juli, mendadak sore itu Yunus PL08, sesama anggota unit Boulevard, meminta saya menemaninya mewawancarai (lebih tepatnya mencatat jawaban karena dia tidak punya alat rekam) salah satu calon rektor baru ITB di gedung Anex. Sebut saja Bapak A (jelas bukan nama sebenarnya). Yunus menjanjikan wawancaranya hanya sebentar karena sang narasumber memang dikenalnya sebagai orang yang hemat bicara.

Yunus sebenarnya merencanakan janji mewawancara pukul 13.00. Namun, kebetulan saat itu kami sesama taplok PROKM sedang menyelesaikan panji bersama sebatalion. Keasyikan sepertinya dan jadilah Yunus sengaja mengaretkan jadwal wawancaranya sampai pukul 14.30 tanpa memberitahu si Bapak A terlebih dulu.

Tiba di gedung Anex, kami segera menuju ruangan si Bapak A. Salah satu stafnya berkata, “dari Boulevard? Lho kan janjinya jam 1.” Ya. Dengan sangat tidak enak hati kami hanya mengangguk dan nyengir. Untung si ibu itu membolehkan kami masuk karena Bapak A sedang tidak ada kegiatan (atau sengaja meniadakan kegiatan semacam rapat demi wawancara dengan kami yang temanya “Profil Calon Rektor Baru ITB” Bisa sekalian promosi kan. Who knows)

Wawancara dimulai. Tanpa alat perekam, tangan saya siap mencatat seluruh jawaban si Bapak A. Apa ya pertanyaan pertama? Saya lupa. Yang pasti ketika ditanya hobi beliau, dijawabnya “olahraga”.

Beranjak ke pertanyaan ke-berapa saya lupa, tentang visi mencalonkan diri sebagai rektor. Inti jawabannya ialah karena beliau sudah terlalu lama menjabat di rektorat. Bertahun-tahun. Tapi bukan sebagai rektor, tentunya. Lalu, beliau mencita-citakan nuansa kampus yang akademis.

Sampai kepada pertanyaan berikut.

Yunus : “Jadi, menurut Bapak apa kekurangan dari kinerja rektorat sekarang?”

Bapak A, “Ya kalau di bagian saya sih saya lihat sudah bagus, ya. (Ya iyalah, bagian Anda). Yang kurang itu ada di bagian kemahasiswaan, ya.”

Hening sejenak. Bapak ini memang hemat bicara.

Yunus : “Bisa tolong dijelaskan, Pak, apa yang kurang?”

Bapak A : “Masalah mahasiswa itu. Jurusan. Yang semacam arak2an dan perpeloncoan itu.”

Yunus : “Kaderisasi, maksud Bapak? Apa yang menurut Bapak kurang dari situ?”

Bapak A : “Ya. Itu. Kaderisasi. Yang kurang? Ya Karena itu. Saya lihat masih ada perpeloncoan. Jadi ya dihapuskan saja semua. Nggak ada gunanya. Arak-arakan juga. Bikin pertengkaran saja. Dihapus saja itu semua. Lebih baik kita membuat penemuan2, membuat karya yang bisa dibanggakan.”

Yunus : “Oh jadi Bapak kurang setuju dengan adanya arak2an dan kaderisasi ya, Pak?”

Bapak A : ”Ya iya.”

Yunus : ”Apa semua kaderisasi di ITB menurut Bapak seperti itu, Pak? Dan kalau begitu, jika Bapak nanti menjadi rektor, kegiatan semacam itu apakah akan ditiadakan?”

Bapak A : ”Ya iya. Pokoknya hapus saja semua bentuk kegiatan kaderisasi sampai sekecil apapun. Nggak perlu ada. Kita tingkatkan saja sisi akademisnya. Ini kan institut. Tempat orang2 belajar.”

Yunus : ”Kalau arak-arakan, Pak?”

Bapak A : ”Sama saja. Arak-arakan itu bagusnya ditiadakan juga. Kerjanya kan cuma bertengkar saja antar jurusan.”

Tanpa berniat berdebat, kami akhirnya menyudahi wawancara. Usai pamit, kami mengobrol sedikit di angkot mengenai hasil wawancara tadi. Intinya, zaman rektor sekarang saja, mahasiswa merasa berat (apa ya bahasanya?) seolah dicekoki akademis melulu, apalagi kalau si Bapak A ini yang menjabat rektor baru nanti?

Tidak bermaksud menyudutkan salah satu pihak. Karena keyakinan pribadi berasal dari pendapat mas/jeng (baca: pembaca) masing2. Mungkin banyak yang mendukung visi si Bapak A, beranggapan sama bahwa segala bentuk kegiatan kaderisasi itu tidak usah ada, begitu pula dengan arak2an. Berkarya adalah perilaku yang lebih baik untuk menunjukkan eksistensi institut dan berkontribusi. Silahkan bentuk argumentasi sendiri.

Tapi kalau saya pribadi sih, tidak setuju. Arak-arakan sesungguhnya menjadi hiburan besar bagi mahasiswa, terutama TPB (dulu saya menyaksikan wisuda saat TPB, ya saya sih senang2 saja, seperti lihat karnaval). Lalu kaderisasi. Menilik dari kegiatan kaderisasi, contohnya, himpunan dari jurusan saya, meski kegiatannya baru sebatas kulit, tapi saya pikir tanpa adanya rangkaian kegiatan tersebut, sebutlah tugas2 angkatan. Angkatan saya mana pada bisa berusaha saling mengenal lebih dekat dari awal masuk jurusan? Sulit untuk bisa dekat kalau tidak difasilitasi dengan kegiatan semacam itu di sela2 kepentingan akademis. Karena kami seangkatan, bukan hanya setahun-4 tahun bareng2, tapi seumur hidup. Begitu pula hubungan angkatan 2008 dengan senior maupun calon adik angkatan. Bakal terikat seumur hidup dalam komunitas Teknik bla bla bla ITB. Dan usaha menimbulkan rasa kebersamaan, memunculkan rasa peduli sesama, tidak bisa hanya dengan belajar di kelas/laboratorium. Yakin deh.

Kembali lagi. Arak-arakan, sesuai kata Pak Sumanto, salah satu dosen di prodi Matematika ITB, pada dasarnya diperlukan untuk menunjukkan pada warga, khususnya warga Bandung, akan keberadaan sarjana-sarjana ITB yang siap terjun langsung ke masyarakat. Kaderisasi, kata saya (biarin deh disebut sotoy) pada dasarnya diperlukan untuk membentuk insan-insan/generasi penerus sebuah komunitas/organisasi yang sesuai dengan visi komunitas/organisasi tersebut. Toh keduanya banyak manfaatnya, kata saya lagi. Jadi kenapa harus dihapuskan sampai tuntas tas tas?

Yang dihapus mah pelaksanaannya yang berkaitan dengan tindak kurang terpuji saja (duile…bahasanya), misalnya perkelahian antar jurusan di arak2an (sayangnya arogansi himpunan & musuh himpunan seolah sudah membudaya di beberapa jurusan) dan hukuman fisik secara langsung antara senior terhadap juniornya (contohnya menampar si junior, saya dengar ada nih di ITB. Cuma dengar, belum tentu benar). Tambahan lagi, kaderisasi himpunan salah satu tujuannya memperkenalkan keprofesian kan? Bagus dong.

Wah ternyata sudah malam pas menulis ini. Disudahi sajalah tulisannya. Tulisan yang isinya hanya selentingan tentang pendapat saya mengenai kegiatan di kampus. Setiap pribadi bisa berbeda. Tapi tidak ada salahnya kan berbagi pendapat?

4 komentar:

Anonim mengatakan...

sapa namanya san?
harus disebutkan, biar ketauan tu pikiran sempit ala birokrasi kampus..

pm gw ya,ok?

swsn mengatakan...

apa ngaruhnya kalo lo tau orangnya sal?

tpi ya udah de,
gw pm via fb ya

raie mengatakan...

lain kali jangan telat. kalo emang ga bisa dateng tepat waktu kasih tau. mngkin aja dia kehilangan mood, dan lebih males ngomong lagi. :)

@faisal: tetep aja mahasiswa ga bisa milih rektornya sendiri sal. hehehe

myoenoesk mengatakan...

hehehe.
@ ray : iya ray, maaf ya. waktu itu bener bener salah gw. lain klai gak lagi deh.

@ sausan : HAHAHA. kalo diinget-inget emang hemat banget deh beliau.

@ faisal : pm apa sih?