Minggu, 12 Juli 2009

(Bukan) Tentang Anak Kecil

Kemarin, 12 Juli 2009, saya dan beberapa teman (kel.43 capanlap PROKM 2009) pergi ke Gelap Nyawang untuk melakukan pengmas. Rencananya hari itu cuma cari2 informasi ke pemilik tempat makannya.

Di rumah makan Kabitha, pertama kami didatangi oleh Bapak2 sekitar umur 40/50-an ke atas, seorang pemain suling Sunda. Saya spontanitas menyapanya, mempersilahkan Beliau duduk lalu mengajaknya ngobrol sebentar. Namanya Pak Aziz, rumahnya di Cibiru (jauh), tidak punya istri (apalagi anak). Kakaknya ada 5 dan ada yang bekerja sebagai sopir.

Ketika saya tanya apakah ia hanya bekerja meniup suling saja, beliau menganggukkan kepala. Saya tanya lagi. Apakah hasil kerjanya itu mencukupi? Dia ngangguk2 lagi. Ketika berinteraksi, cukup aneh juga karena si bapak ini sepertinya kurang mengerti arah obrolan saya.
Tiba2 beliau mengeluarkan selembar kertas A4 yang telah dilipat.
Beliau berkata, "Rumah saya..."

Karena saya bingung, saya terima saja. Lalu beliau pergi.

Saya kemudian membuka lipatan kertasnya dan mendapati bahwa kertas itu adalah Surat Keterangan Bantuan dari RT untuk penyandang cacat mental.
Waduh...ternyata bapak itu cacat mental toh. Tapi aneh juga ya, dia cacat mental apa ya? Apa setiap orang yang berbaik hati ngajak ngobrol dia, selalu dia kasih surat itu? Soalnya saya intip di tasnya memang banyak kertas2.
Hal yang paling dulu kepikiran, sepertinya si bapak ini disuruh ya sama orang lain. Disuruh ngasih kertas itu kalo ada orang yang tiba2 ngajak ngobrol. Maksudnya buat kasih sumbangan, ke rumahnya gitu...secara dia kan punya 'kekurangan'.

Lalu obrolan berlanjut ketika ada pengamen anak kecil masuk. Umurnya mungkin sekitar 6 tahun. Bawa kecrekan. Ia menyanyikan lagu The Virgin. Saya ajak dia kenalan. Namanya Dahlan, tinggal di Pasir Koja (jauh), tidak bersekolah tapi mau sekolah.
Karena saya muak dengan anak2 kecil yang suka nyanyi lagu orang dewasa, saya meminta Dahlan untuk nyanyi lagu anak2.

Mas/jeng tahu jawabannya?

Ia cuma geleng-geleng.
"Lagu Balonku bisa, Dahlan?"
Ia geleng-geleng lagi.
"Lagu anak2 lain?"
Geleng-geleng lagi.
"Yah...masa ANAK KECIL GA BISA LAGU ANAK-ANAK?"
Dahlan nyengir-nyengir.

Ya ampun. Ya sudah saya kasih dia sedikit uang sambil berkata,
"Belajar lagu anak-anak, ya! Terus uangnya ditabung buat sekolah (walaupun saya yakin uang itu pasti diambil orang tuanya)."
Lalu si Dahlan pergi.

Begini ya anak-anak Indonesia.
Jadi dewasa sebelum waktunya...

1 komentar:

Strangeman mengatakan...

ya abisnya mau gimana lagi, mbak? Lagu yang ngetop di tipi n di mana2 lagu orang dewasa semuah. Anak2 sekarang seakan dipaksa cepat besar, harusnya mereka banyak2 baca komik superhero ama nonton satria baja hitam biar ntar udah gedenya punya keinginan untuk membela kebenaran dan membuat dunia jadi lebih baik. Liat aja Indosiar, Power Rangersnya masih Power Rangers Operation Overdrive! Plis, deh! Itu Power Rangers dua taon yang lalu getoh!
Di sisi lain, orang dewasanya juga engga ngedengerin lagu yang "cerdas". Lagu cinta melulu yang angle-nya itu2 ajah. Monyet juga ngarti dikasi lagu gituan, mah. Huh.