Minggu, 05 Juli 2009

Apakah Mas/Jeng Mahasiswa?

Kemarin, 4 Juli 2009, seperti biasa saya mengikuti diklat ca’pan PROKM 2009. Siang itu entah apa namanya, saya sih menyebutnya Lingkar Wacana karena konsepnya memang mirip seperti itu. Ada mentor, diskusi, dan pembahasan bertema peran mahasiswa.


Langsung saja pada pembahasan yang paling menggugah saya. Yakni ketika mentor saya, kak Rahman Agil (FI 07), memberitahu fakta bahwa pemasukan ITB itu berasal dari 20% BPP&BPPT mahasiswa, 30% proyek dosen, dan 50% uang rakyat. Ya. Uang rakyat yang dimaksud ya yang berasal dari pajak.

JEGER!!!

Baru tahu saya…nggak gaul banget ya?!


Sebenarnya kalau ditarik lebih jauh, bagi saya mahasiswa tidak menghendaki dibiayai oleh rakyat. Rakyat juga tidak menghendaki membiayai mahasiswa. Wong cari makan ‘aja susah. Tapi ya beginilah sistem. Sistem inilah yang membuat mahasiswa dibebani amanah oleh rakyat.


Namun, bagi saya justru amanah ini seharusnya dapat menjadi alasan kuat mengapa mahasiswa harus benar2 mengembangkan kemampuan dan memenuhi kapasitas dirinya selama mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Ya untuk menjaga sekaligus mengimplementasikan harapan2 yang diinginkan dari amanah tersebut.


Sederhananya, biaya kuliah mas/jeng kan tidak murni berasal dari ORANG TUA mas/jeng ‘aja kan? Ada uang rakyat juga di situ kan? Oleh karena itu, kalau ada mahasiswa yang berkuliah di ITB, berarti urusannya bukan cuma antara pribadi tersebut, keluarga, dan Tuhan. Tapi ada unsur rakyat juga di situ.


Jadi baru kemarin saya menemukan satu alasan lagi mengapa mahasiswa memiliki peranan penting dalam kemajuan bangsa. Seperti halnya Salam Ganesha. Bakti kamu untukmu: BANGSA. Ya karena mahasiswa ternyata memang memiliki keterikatan terhadap rakyat (bangsa). Mereka dibiayai untuk mencari ilmu oleh rakyat, maka sudah sepantasnyalah ada timbal balik. Tidak heran ya rakyat memiliki harapan besar terhadap mahasiswa. Lha wong uang mereka kita yang pakai kok. Hahaha.


Jadi, kalau kita menyia-nyiakan uang tersebut, sama saja ‘kan ya dengan menyia-nyiakan amanah rakyat?

Lantas, apakah situasi ini menjadikan posisi kita sama seperti para pejabat pemerintahan yang diembani amanah oleh rakyat? Yang apabila disia-siakan, berarti menyebutkan bahwa perilaku mahasiswa sama saja dengan koruptor.

Meskipun amanah diberikan (kepada mahasiswa dan pemerintah) dengan cara yang berbeda dan perlu diwujudkan dengan cara yang berbeda pula, ini tetap disebut amanah ‘kan?


Mungkin sebagian orang berpikir ya. Dan sebagian tidak. Tapi kalau mas/jeng menanyakan kepada saya, saya sendiri akan menjawab “YA”. Karena amanah ya tetap amanah. Apapun bentuknya, tetap harus dijaga sebaik mungkin.


Makanya sekarang saya mulai harus mempertimbangkan jika ingin mengecam kerja pemerintah (yang dianggap negatif oleh media) Perlu untuk dikaji lebih dalam terlebih dahulu dan dicari dari berbagai sumber. Tidak boleh sembarangan menghujat pemerintah. Karena saya tidak mau jadi orang munafik. Menghujat orang lain tapi diri sendiri pun menyia-nyiakan. Tidak mau ah.


Tapi sayangnya ya, berkaitan dengan uang rakyat itu, di akhir pembahasan kak Agil mengucapkan kalimat ini nih:

“Jadi, apakah masih pantas kita BOLOS kuliah?”

Nah kayaknya kalimat itu yang paling kedengaran familiar deh di telinga saya.


3 komentar:

Arimbi mengatakan...

50% uang rakyat

jd, kalo ga ada bhp, mau berapa persen lg uang negara buat kita, mahasiswa2 yg notabane masih banyak yg mampu ngasih lebih ini?

swsn mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
swsn mengatakan...

ya ada benarnya bhp diberlakukan.
tapi ntar biaya pendidikan ngelunjak, malah byk yg ga kuliah.
yg sebenernya mampu pun klo ngeliat biaya pendidikan yg tiba2 ngelunjak, mungkin lebih milih ga kuliah, ikut kursus aje ngasah keterampilan. bisa kerja juga kan.
serba salah..